sastra erotis
SASTRA EROTIS I
Kata kata seperti dencing gobang
oleh goenawan moehammad
kata kata seperti dencing gobang yang jatuh
ke dalam sumur rumah tua
di mana harapan disembunyikan
dan jawab, kalaupun ada, tak pernah utuh
kita pun diam,. kau buka susumu: seperti gelombang
yang mengantarkan nafsu
dari kejauhan
kau telah dengar dengus zakar
seakan akan meraung
yang tak terserap
karang
barangkali cinta kia adalah akar cadangan pohon hitam
yang menembus ke gua bawah, mencapai langit langit
stalagtit, dimana waktu dan makna tak melapuk, tapi tak juga
mengalir, menumpuk
pengalaman, cintaku, menenggelamkan
100 abad ke dalam lapis lapisnya, seperti piringan hitam
yang merahasiakan cerita, ke garis garis suara
yang terpahat
seperti ketika kau peluk tubuhku, dan aku memasukimu
1994
oleh goenawan moehammad
kata kata seperti dencing gobang yang jatuh
ke dalam sumur rumah tua
di mana harapan disembunyikan
dan jawab, kalaupun ada, tak pernah utuh
kita pun diam,. kau buka susumu: seperti gelombang
yang mengantarkan nafsu
dari kejauhan
kau telah dengar dengus zakar
seakan akan meraung
yang tak terserap
karang
barangkali cinta kia adalah akar cadangan pohon hitam
yang menembus ke gua bawah, mencapai langit langit
stalagtit, dimana waktu dan makna tak melapuk, tapi tak juga
mengalir, menumpuk
pengalaman, cintaku, menenggelamkan
100 abad ke dalam lapis lapisnya, seperti piringan hitam
yang merahasiakan cerita, ke garis garis suara
yang terpahat
seperti ketika kau peluk tubuhku, dan aku memasukimu
1994
SASTRA EROTIS II
Persetubuhan Kunthi
(untuk tarian sulistyo tirtokusumo)
oleh Goenawan Mohammad
semakin ke tengah tubuhmu
yang telanjang
dan berenang
pada celah teratai merah
ketika desau angin berpusar
ikan pun
ikut meggletar
dari pinggir yang rapat
membaut ganggang
antara lumut lebat
dan tubir batu
ada lempang kayu apu
yang timbul tenggelam
meraih
arus dan buih
sampai badai dan gempa seperti menempuhmu
dan kau teriakkan
jerit merdu itu
sesaat sebelum kulit langit
kembali, jadi biru
engkau dewa? kau bertanya
engkau matahari?
laki laki itu diam sebelum menghilang
ke sebuah asal
yang tak pernah diacuhkan
sebuah khayal
di ujung hutan
di ornamen embun
yang setengah tersembunyi
yang tak pernah kau miliki, kunthi
tak akan kau miliki
1996
(untuk tarian sulistyo tirtokusumo)
oleh Goenawan Mohammad
semakin ke tengah tubuhmu
yang telanjang
dan berenang
pada celah teratai merah
ketika desau angin berpusar
ikan pun
ikut meggletar
dari pinggir yang rapat
membaut ganggang
antara lumut lebat
dan tubir batu
ada lempang kayu apu
yang timbul tenggelam
meraih
arus dan buih
sampai badai dan gempa seperti menempuhmu
dan kau teriakkan
jerit merdu itu
sesaat sebelum kulit langit
kembali, jadi biru
engkau dewa? kau bertanya
engkau matahari?
laki laki itu diam sebelum menghilang
ke sebuah asal
yang tak pernah diacuhkan
sebuah khayal
di ujung hutan
di ornamen embun
yang setengah tersembunyi
yang tak pernah kau miliki, kunthi
tak akan kau miliki
1996
SASTRA EROTIS III
terjemahan Elizabeth D.Inandiak, Les Chants de l'ile a dormir debout le livre de Chentini (2002)
dari SERAT CHENTINI
karya raden ngabehi yasadipura II, raden ngabehi ranggasutrasna, raden ngabehi sastradipura (1815) atas perintah KGPAA Amengkunegara III (putra mahkota Sunan Puakubuwana IV), Keraton Surakarta. 12 jilid dan 722 tembang.
Tembang 84
fajar malam ketiga belas sudah mendekat saat rebana menggema dipendopo, para santri bergirang hati menari mengikuti irama emprak. jayengwesti memerintahkan mereka bubar, jayengraga mohon diri kepada kakak sulungnya dan kembali ke kediamannya beserta istrinya, rarasasti diikuti ketiga selir dan iring iringan para abdinya.
sambil berjalan ia menciumi leher istrinya dan menggerayangi payudaranya bagaikan dua buah yang siap ia nikmati. rarasasti menepis tangan suaminya: "jangan begitu didepan orang banyak!" jayengraga tertawa:"biarpun orang sedunia menonton kita dengan melotot kayak kodok, aku tetap melakukannya!"
sampai diranjang, tingkahnya seperti kumbang menghisap madu:"manisku, mari lekas tidur, berkasih kasihan" rarasasti menampik lagi, jayengraga mengganggapnyamain main, ia lalu menggendongnya, mengulum payudaranya, kemudian mengangkatnya ke pundak agar bisa masuk ke puri istinya, tetapi pintu gerbang terasa tersumbat kain.
- oh ! kamu datang bulan !
- ya, mendadak tadi, setelah salat magrib, mengalir banyak. biasanya sebelumnya ada tanda tanda, tapi tadi sore pinggangku tidak terasa nyeri, perutku pun tidak terasa membatu
jayengraga mendekap rarasasti memintanya memegang zakarnya, meremas remasnya kuat kuat.
- bagaimana kaalu melalui alur satunya?
- keterlaluan kamu! lebih baik pergilah sana buang air manimu ke salah satu selirmu. mereka sangat mendambakannya. kecuali giyah, kulihat kemarin ia sedang haid, dan siapa tahu, barangkali sikem dan ragil juga?
jayeng raga lari, kelamin berdiri hingga serambi dan ketiga selirnya masih disana, diseretnya sikem dan ragil ke kamar:
- cepat, copot pakaian kalian!aku sudah tidak tahan!
- tapi aku sedang datang bulan, kata sikem
- kalau begitu kamu, ragil, takdir sudah menunjukmu!
- tapi saya juga ....
- Bohong! Mana, lihat!
jayangraga meraba milik ragil dan jari jarinya terasa basah basah. ditarik tangannya, merah warnanya. buru buru ia cuci tangan diiringi tawa si wanita "Goblok. Jangan terpingkal pingkal, pecah ususmu! ayo emut saja punyaku!"
jayengraga berdiri telanjang, menusukkan anunya ke mulut sikem lalu ke ragil, begitu seterusnya, bergantian, karena hanya tinggal itu yang bisa ia lakukan hingga subuh.
dari SERAT CHENTINI
karya raden ngabehi yasadipura II, raden ngabehi ranggasutrasna, raden ngabehi sastradipura (1815) atas perintah KGPAA Amengkunegara III (putra mahkota Sunan Puakubuwana IV), Keraton Surakarta. 12 jilid dan 722 tembang.
Tembang 84
fajar malam ketiga belas sudah mendekat saat rebana menggema dipendopo, para santri bergirang hati menari mengikuti irama emprak. jayengwesti memerintahkan mereka bubar, jayengraga mohon diri kepada kakak sulungnya dan kembali ke kediamannya beserta istrinya, rarasasti diikuti ketiga selir dan iring iringan para abdinya.
sambil berjalan ia menciumi leher istrinya dan menggerayangi payudaranya bagaikan dua buah yang siap ia nikmati. rarasasti menepis tangan suaminya: "jangan begitu didepan orang banyak!" jayengraga tertawa:"biarpun orang sedunia menonton kita dengan melotot kayak kodok, aku tetap melakukannya!"
sampai diranjang, tingkahnya seperti kumbang menghisap madu:"manisku, mari lekas tidur, berkasih kasihan" rarasasti menampik lagi, jayengraga mengganggapnyamain main, ia lalu menggendongnya, mengulum payudaranya, kemudian mengangkatnya ke pundak agar bisa masuk ke puri istinya, tetapi pintu gerbang terasa tersumbat kain.
- oh ! kamu datang bulan !
- ya, mendadak tadi, setelah salat magrib, mengalir banyak. biasanya sebelumnya ada tanda tanda, tapi tadi sore pinggangku tidak terasa nyeri, perutku pun tidak terasa membatu
jayengraga mendekap rarasasti memintanya memegang zakarnya, meremas remasnya kuat kuat.
- bagaimana kaalu melalui alur satunya?
- keterlaluan kamu! lebih baik pergilah sana buang air manimu ke salah satu selirmu. mereka sangat mendambakannya. kecuali giyah, kulihat kemarin ia sedang haid, dan siapa tahu, barangkali sikem dan ragil juga?
jayeng raga lari, kelamin berdiri hingga serambi dan ketiga selirnya masih disana, diseretnya sikem dan ragil ke kamar:
- cepat, copot pakaian kalian!aku sudah tidak tahan!
- tapi aku sedang datang bulan, kata sikem
- kalau begitu kamu, ragil, takdir sudah menunjukmu!
- tapi saya juga ....
- Bohong! Mana, lihat!
jayangraga meraba milik ragil dan jari jarinya terasa basah basah. ditarik tangannya, merah warnanya. buru buru ia cuci tangan diiringi tawa si wanita "Goblok. Jangan terpingkal pingkal, pecah ususmu! ayo emut saja punyaku!"
jayengraga berdiri telanjang, menusukkan anunya ke mulut sikem lalu ke ragil, begitu seterusnya, bergantian, karena hanya tinggal itu yang bisa ia lakukan hingga subuh.
SASTRA EROTIS IV
terjemahan Elizabeth D.Inandiak,
Les Chants de l'ile a dormir debout le livre de Chentini (2002)
dari SERAT CHENTINI
karya raden ngabehi yasadipura II, raden ngabehi ranggasutrasna, raden ngabehi sastradipura (1815) atas perintah KGPAA Amengkunegara III (putra mahkota Sunan Puakubuwana IV), Keraton Surakarta. 12 jilid dan 722 tembang.
tembang 105
ketika malam ketiga puluh empat tiba, dihaluan ranjang, tambangraras telanjang, membungkuk dan berkata: "Oh, Apiku! Tuturi daku tentang setubuh"
oh wangiku! aku tidak dapat menuturkan hal yang belum kukenal. meski demikian, camkanlah ini: ketika tubuh kita menyatu, aku akan diam dan kau bergerak, sebab kejantanan adalah sumbu tempat rahim dunia berputar, bersama sama keduanya, menggurat mandala asmara.
senggama adalah teka teki yang akan kita gali ditubuh kita, satu terhadap yang lainnya. setiap kali kita mendekat kunci teka teki, akan kutahan air maniku dan kau tahan nafasmu, penglihatan kita akan menajam dan teka teki akan semakin sederhana.
dari setiap kesederhanaan lahir kerumitan baru, kerajaan baru, pergumulan asmara tiada akhirnya.
tembang raras membungkuk dan melihat bahwa di kepala lingga suaminya berkembang padma serupa miliknya, tapi terbalik, tercermin: "Oh! Apiku! lihatlah, di ujung kejantananmu sudah keluar puspa yang ada di guaku!"
dibalik sekat berkerawang, Centhini terus berjaga. sia sia.
Les Chants de l'ile a dormir debout le livre de Chentini (2002)
dari SERAT CHENTINI
karya raden ngabehi yasadipura II, raden ngabehi ranggasutrasna, raden ngabehi sastradipura (1815) atas perintah KGPAA Amengkunegara III (putra mahkota Sunan Puakubuwana IV), Keraton Surakarta. 12 jilid dan 722 tembang.
tembang 105
ketika malam ketiga puluh empat tiba, dihaluan ranjang, tambangraras telanjang, membungkuk dan berkata: "Oh, Apiku! Tuturi daku tentang setubuh"
oh wangiku! aku tidak dapat menuturkan hal yang belum kukenal. meski demikian, camkanlah ini: ketika tubuh kita menyatu, aku akan diam dan kau bergerak, sebab kejantanan adalah sumbu tempat rahim dunia berputar, bersama sama keduanya, menggurat mandala asmara.
senggama adalah teka teki yang akan kita gali ditubuh kita, satu terhadap yang lainnya. setiap kali kita mendekat kunci teka teki, akan kutahan air maniku dan kau tahan nafasmu, penglihatan kita akan menajam dan teka teki akan semakin sederhana.
dari setiap kesederhanaan lahir kerumitan baru, kerajaan baru, pergumulan asmara tiada akhirnya.
tembang raras membungkuk dan melihat bahwa di kepala lingga suaminya berkembang padma serupa miliknya, tapi terbalik, tercermin: "Oh! Apiku! lihatlah, di ujung kejantananmu sudah keluar puspa yang ada di guaku!"
dibalik sekat berkerawang, Centhini terus berjaga. sia sia.
Comments